Subscribe Twitter FaceBook

Pages

Rabu, 11 Mei 2011

ASEAN Bukan untuk Buruh Migran?


Kompas, Selasa, 10 Mei 2011

O P I N I
e-mail: opini@kompas.com dan opini@kompas.co.id


ASEAN Bukan untuk Buruh Migran?

"Dan tidak dapat kita mungkiri, masih terjadi migrasi penduduk dalam jumlah yang besar, tidak teratur, dan tidak legal sehingga menyebabkan berbagai masalah politik, sosial, dan keamanan tidak hanya di negara tujuan ('countries of destination'), tetapi juga di negara yang mereka lalui ('transit countries')."
(Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 
Pembukaan ASEAN Summit XVIII, 7 Mei 2011, Jakarta)

Terus terang penulis penulis terkejut dengan isi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan saat pembukaan KTT Ke-18 ASEAN, akhir pekan lalu di Jakarta.

Mencermati pidato Presiden dan kemudian mengaitkannya dengan persoalan buruh migran, tampaklah bahwa persoalan migrasi di kawasan Asia Tenggara masih lebih banyak dilihat sebagai ancaman politik kawasan daripada sebagai penggerak ekonomi regional kawasan.

Pidato mencerminkan cara pandang negara dan tentunya ASEAN (sebagai institusi regional Asia Tenggara) terhadap realitas migrasi dan kaum buruh miran di kawasan ASEAN. Situasi ini semakin menjauhkan harapan masyarakat sipil terhadap ASEAN sebagai institusi yang mampu menyediakan instrumen regional untuk melindungi buruh migran di Asia Tenggara.

Deklarasi pekerja migran

Harapan sempat muncul ketika ASEAN berhasil merumuskan ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Deklarasi ditandatangani oleh 10 kepala negara dalam KTT ASEAN di Cebu, Filipina,Januari 2007.

Dokumen ini -- yang lahir lebih dahulu dari ASEAN Charter (Piagam ASEAN) -- memandatkan adanya instrumen yang lebih operasional bagi perlindungan buruh migran yang bekerja di kawasan ASEAN. Namun, hingga tahun keempat setelah dokumen dilahirkan, tak pernah ada kemajuan berarti dari proses pembahasan instrumen buruh migran ASEAN yang dilakukan oleh ASEAN Committee on Migrant Workers. Dalam setiap putaran pembahasan, negara-negara penerima (terutama Malaysia dan Singapura) menyabotase mandat deklarasi dan selalu menghambat langkah yang lebih maju.

Sangat disayangkan bahwa pidato Presiden SBY sama sekali tidak menyinggung kontribusi buruh migran yang memiliki efek ganda: memakmurkan negara asal maupun negara tujuan.

Dalam Human Development Report 2009 berjudul Overcoming Barries: Human Mobility and Development disajikan data bahwa buruh migran telah memperlihatkan pengorbanan dalam peningkatan kualitas hidup pembangunan manusia, baik di negara asal maupun negara tempat bekerja. Namun, ini belum diimbangi dengan kualitas perlindungan erhadap buruh migran.

Dalam konteks ASEAN, kita bisa mempertanyakan, apakah Malysia, Singapura, dan Brunei akan tetap stabil sebagai negara dengan tingkat kemakmuran tinggi dan indeks pembangunan manusia tinggi tanpa kehadiran buruh migran?

Tingkat remitansi

Survei sosial ekonomi Komisi Sosial Ekonomi PBB untuk Sosial Ekonomi Asia Pasifik (UNESCAP) yang terbit 5 Mei 2011 juga memperlihatkan peningkatan luar biasa dari remitansi buruh migran di negara-negara kawasan Asia Tenggara.Penerimaan remitansi buruh migran Indonesia, Filipina, dan Kamboja cenderung meningkat melebihi penerimaan bantuan luar negeri melalui skema Official Development Assistance (ODA). Bahkan, penerimaan remitansi buruh migran Indonesia dan Filipina juga lebih besar dibandingkan keuntungan bersih yang diperoleh negara dari investasi asing (PMA).

Meskipun kontribusi remitansi buruh migran lebih besar dibandingkan dengan bantuan luar negeri dan investasi asing, negara masih abai terhadap kerentanan dan risiko yang dialami oleh buruh migran. Sebaliknya negara lebih ramah dan fasilitatif terhadap donor dan investasi asing.

Dalam konteks Indonesia, pidato Presiden SBY juga mencerminkan keengganan pemerintah mengakui kontribusi buruh migran Indonesia. Bukannya memperjuangkan perlindungan buruh migran Indonesia dalam ASEAN Summit, Presiden SBY justru ikut serta menstigma buruh migran sebagai sumber masalah politik, sosial, dan keamanan di ASEAN.

Cita-cita membangun Komunitas ASEAN tahun 2015 dengan prinsip Satu Visi, Satu Identitas, dan Satu Komunitas. Prinsip ini mensyaratkan adanya ownership (rasa memiliki) dan inklusivitas (pelibatan seluruh elemen komunitas) yang mustahil terwujud jika tidak ada pengakuan terhadap kontribusi buruh migran di ASEAN.

Namun, hingga ASEAN Summit ditutup pada 8 Mei 2011 tidak ada rekomendasi konkret untuk mengupayakan perlindungan hak-hak buruh migran ini di ASEAN.

WAHYUDI SUSILO
Analis Kebijakan Migrant Care dan 
Program Manager INFID (International NGO Forum on Indonesian Development)

Selasa, 10 Mei 2011

RUU BPJS Dibahas Kembali


Kompas, Selasa, 10 Mei 2011 -- Ekonomi -- Halaman 17

RUU BPJS Dibahas Kembali
Pemerintah Tolak Bentuk Badan Hukum Publik Wali Amanat

JAKARTA, KOMPAS -- Harapan rakyat untuk menikmati Sistem Jaminan Sosial Nasional sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 kembali tumbuh. Pemerintah akhirnya menyerahkan daftar inventarisasi masalah Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada DPR.

Pemerintah menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) kepada DPR di Gedung MPR/DPR/DPD), Jakarta, Senin (9/5), sesaat sebelum Rapat Paripurna Ke-26 DPR di mulai.

Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menandatangani Surat Pengantar DIM baru bernomor S-235/MK.010/2011 tanggal 8 Mei 2011. Surat itu sebagai pengganti DIM yang disampaikan lewat surat nomor S-501/MK.01/2010 tanggal 15 Oktober 2010.

Ketua DPR Marzuki Alie meminta Panitia Khusus RUU BPJS bekerja keras membahas regulasi amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

"Kalau bisa, ruang sidang juga disiapkan agar rapat bisa berjalan maraton karena sudah tinggal satu masa sidang lagi," ujar Marzuki.

Dalam rapat paripurna, anggota Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, mendesak pimpinan DPR memberikan perhatian penuh agar indikasi hambatan yang tidak substansial seperti dua masa sidang lalu tak terulah. Menurut Rieke, DPR dan pemerintah wajib menuntaskan RUU BPJS demi memenuhi hak rakyat mendapatkan SJSN yang tidak diskriminatif.

Masa sidang keempat 2010-2011 pada 9 Mei-15 Juli ini sangat menentukan nasib RUU BPJS. Jika RUU yang menjadi hak inisiatif DPR gagal disahkan dalam masa sidang selama 47 hari kerja, rakyat mesti menunggu DPR periode 2014-2019.

Draf RUU BPJS yang menjadi hak inisiatif DPR periode 2009-2014 terdiri atas 16 bab dan 54 pasal. Dalam DIM ini, pemerintah memangkas sejumlah bab dan pasal hingga tersisa 12 bab dan 24 pasal.

Pemerintah ingin BPJS tidak tunggal dan mengusulkan pembentukan dua BPJS, yakni BPJS kesehatan, kecelakaan kerja, dan kematian, serta BPJS pensiun dan hari tua. Kedua BPJS akan menjalankan jaminan sosial sesuai klasifikasi mereka.

Namun, pemerintah menolak badan hukum BPJS berbentuk publik wali amanat, yang justru menjadi roh BPJS.


Bukan harga mati

Kemarin, Deputi Bidang Perundang-undangan Kementrian Sekretariat Negara Sapta Murti dan Wakil Sekretaris Kabinet Ibnu Purnami di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, menerima pengurus Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Jawa Timur (DPW FSPMI Jatim).

Ketua DPW FSPMI Jatim Jazuli menuturkan, pemerintah menyatakan pada pembahasan bersama DPR, prinsip SJSN yang terbaik bisa diperbaiki bersama karena pemerintah juga mempunyai itikad baik untuk menyelenggarakan SJSN.

Terhadap usul agar BPJS berbentuk wali amanat, bukan BUMN dan bersifat pengaturan, menurut Pak Sapta Murti, itu bukan harga mati pemerintah. Usul itu bisa dibicarakan lagi dan sikap pemerintah bisa diperbaiki," kata Jazuli. (HAM/HAR)


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Naskah RUU Usul DPR
  • Pasal 5.  BPJS merupakan badan hukum publik wali amanat berdasarkan undang-undang ini.
  • Penjelasan: Badan hukum publik wali amanat adalah badan hukum yang mengelola dana amanat sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Tanggapan Pemerintah
  • Penyempurnaan redaksional.
  • Perubahan istilah "badan hukum", tanpa menyebutkan "publik wali amanat".
Naskah RUU Usul Pemerintah
  • BPJS sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) adalah badan hukum.
(Sumber: Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Jakarta, Mei 2011)
GUNAWAM


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Buruh  yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Senin (9/5). Pengunjuk rasa berjanji akan terus mengawal pembahasan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan menuntut untuk segera disahkan. ***

Imbas 100 Pertemuan


Kompas, Selasa, 10 Mei 2011 -- Ekonomi -- Halaman 17

KTT ASEAN

Imbas 100 Pertemuan

Sejak ditetapkan menjadi Ketua ASEAN periode tahun ini, Indonesia menjadi negara yang sibuk dengan berbagai perhelatan tingkat internasional. Khusus masalah ASEAN saja, tahun ini ada sekitar 100 pertemuan, yang digelar di beberapa kota di Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk kunjungan kepala negara atau kepala pemerintahan yang berkepentingan dengan ASEAN.

Dalam sambutannya di pertemuan bisnis ASEAN-Uni Eropa, Kamis (5/5), Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan bahkan menyebut Indonesia sebagai negara yang penting dan beruntung pada tahun ini. Setidaknya ada 50 kepala negara atau kepala pemerintahan yang berkunjung ke Indonesia. "Mereka ingin melobi ASEAN karena Indonesia ketuanya, maka yang didatangi, ya, Indonesia," katanya.

Posisi sebagai Ketua ASEAN menempatkan Indonesia sebagai negara strategis. Kehadiran sejumlah orang penting ke Indonesia seharusnya bisa dimanfaatkan melobi kepentingan nasional, khususnya dalam bidang ekonomi. Misalnya saja kehadiran Perdana Menteri China Wen Jiabao, akhir April lalu. Kehadiran orang penting "Negeri Tirai Bambu" tersebut tak terlepas dari agenda-agenda ASEAN.

Momen itu seharusnya bisa dipakai untuk melobi kepentingan nasional, yakni ketimpangan perdagangan antara Indonesia dan China setelah pemberlakuan pasar bebas.

ASEAN memang menjadi kekuatan baru di Asia setelah bangkitnya China, Jepang, dan India. Dengan penduduk 600 juta (8,8 persen penduduk dunia), ASEAN jelas pasar potensial. Banyak yang berkepentingan.

Salah satunya adalah Uni Eropa. Mereka bertekad meningkatkan volume perdagangan dari 56 juta euro menjadi 80 juta euro per tahun. Kedatangan Komisioner Perdagangan Uni Eropa seharusnya juga dimanfaatkan untuk melobi kendala perdagangan sejumlah, yang selama ini sulit menembus Eropa. 

Posisi Indonesia di ASEAN menciptakan efek domino yang cukup signifikan. Setiap kegiatan yang digelar akan menciptakan perputaran uang, yang berdampak positif bagi para pelaku usaha. Untuk kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-18 ASEAN di Jakarta dianggarkan Rp 30,2 miliar. Adapun KTT ke-19 di Bali pada Oktober nanti diperlukan Rp 62 miliar.

Dana tersebut belum termasuk honorarium panitia pelaksana sebesar Rp 1,688 miliar. Kegiatan-kegiatan tersebut pasti membutuhkan konsumsi, transportasi, penginapan, dan jasa lainnya. Angka itu baru tiga kegiatan. Jika ada 100 pertemuan, bayangkan nilai perputaran uangnya?

Imbas ekonomi lainnya adalah meningkatnya arus kunjungan wisawatan. Setelah acara selesai, delegasi anggota ASEAN biasanya menambah waktu tinggal di Indonesia untuk berlibur. Biasanya mereka mengajak keluarga atau kerabat di negaranya untuk datang ke Indonesia setelah urusan pekerjaan selesai. Selama berlibur tentunya ada devisa yang masuk, baik melalui suvenir, obyek wisata, dan jasa pendukung lainnya.

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik sangat yakin, berbagai acara ASEAN di Indonesia tahun ini akan mendingkrak pariwisata. Tahun ini pihaknya menargetkan 7,7 wisatawan mancanegara dengan perolehan devisa sebesar 8,5 miliar dollar AS.

Begitu banyak peluang ekonomi yang tersedia selama Indonesia memegang posisi sebagai Ketua ASEAN. Persoalannya, apakah peluang itu bisa disasar dengan tepat atau tidak?
(ENY PRIHTIYANI)

Minggu, 08 Mei 2011

Perbaikan Aturan Tenaga Kerja Tak Jelas


Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/04/03/18225929/Perbaikan.Aturan.Tenaga.Kerja.Tak.Jelas 

Perbaikan Aturan Tenaga Kerja Tak Jelas

Hamzirwan | Tri Wahono | Minggu, 3 April 2011 | 18:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah harus segera menyelesaikan proses revisi dan penyusunan regulasi ketenagakerjaan, tata ruang, sampai pengadaan lahan untuk mengakselerasi investasi di sejumlah koridor ekonomi nasional. Perbaikan regulasi akan menjadi kunci menarik minat investor membangun industri, terutama padat karya, di koridor-koridor ekonomi.   

Demikian disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi di Jakarta, Minggu (3/4/2011). Pemerintah telah menetapkan rencana induk pembangunan yang membagi Indonesia dalam enam koridor ekonomi meliputi koridor timur Sumatera dan utara Jawa Barat (I), pantai utara Jawa (II), Kalimantan (III), Sulawesi (IV), Papua (V), dan Jawa-Bali-Nusa Tenggara (VI).

"Kalau diminta mengisi koridor-koridor ini, kami pasti akan meminta perubahan (regulasi) ini. Ini menjadi syarat utama kalau pengusaha mau investasi dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Silakan saja kalau mau diabaikan, kita lihat apakah akan ada asing yang mau investasi," ujar Sofjan.  

Menurut Sofjan, revisi Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menjadi salah satu syarat penciptaan lapangan kerja baru. Persoalan tata ruang, pengadaan lahan, dan otonomi daerah juga terus menekan minat pengusaha membangun industri padat karya.

Kalangan pengusaha berharap pemerintah berani bersikap dan membuat terobosan untuk memanfaatkan momentum emas pertumbuhan ekonomi nasional. Peluang emas di tengah kenaikan peringkat Indonesia sebagai layak investasi bagi investor internasional terancam sia-sia jika pemerintah tidak segera menyelesaikan pekerjaan rumah.  

Infrastruktur, reformasi birokrasi, ekonomi biaya tinggi, sampai jaminan pasokan energi masih saja menjadi persoalan investor saat ini. Defisit energi dan kendala logistik menjadi persoalan klasik yang harus segera diatasi untuk meningkatkan daya saing nasional.   

"Undang-Undang Ketenagakerjaan harus dibereskan supaya ada kesempatan kerja di dalam negeri. Pemerintah tidak punya nyali untuk ini. Padahal, undang-undang ini merugikan semua pihak, termasuk buruh dan pengusaha," ujar Sofjan.  

Desakan revisi UU Ketenagakerjaan muncul kembali bulan Mei 2010. Kabar ini memicu perdebatan sengit antara pengusaha dan serikat buruh, yang mendapat bocoran draf revisi UU Ketenagakerjaan dinilai memihak pengusaha.  

Pemerintah lalu menengahi dengan meminta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membuat kajian akademis tentang UU Ketenagakerjaan. Sampai saat ini, LIPI atau pemerintah tak kunjung memaparkan hasil kajian tersebut.   

Ditunda 
Seusai meninjau Balai Pelatihan Transmigrasi Kemennakertrans di Pekanbaru, Riau, Sabtu (2/4/2011), Mennakertrans Muhaimin Iskandar menegaskan, kendala investasi terbesar adalah birokrasi dan bukan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, pemerintah menghentikan pembahasan revisi regulasi ketenagakerjaan tahun 2011.  

"Mungkin nanti tahun 2012 pembahasan tentang regulasi ketenagakerjaan yang akan disempurnakan. Jadi, mari kita isi tahun 2011 dengan diskusi-diskusi untuk penyempurnaan regulasi (ketenagakerjaan) ini," ujar Muhaimin.  

Penundaan ini bisa menjadi sinyal keinginan pemerintah mendinginkan isu revisi UU Ketenagakerjaan. Pemerintah tampak tak ingin mengambil risiko terutama menghadapi Hari Buruh Internasional pada 1 Mei nanti.  

Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI) Rekson Silaban mengungkapkan, buruh sekarang menghadapi banyak masalah hubungan industrial akibat outsourcing, kontrak kerja, dan status kerja harian lepas. Praktik ini semakin menjauhkan buruh dari kondisi pekerjaan yang layak. 

"Supaya tidak simpang siur, ada baiknya riset yang dibuat Bank Dunia dan LIPI menjadi bahan debat publik. Harus dikupas manfaat Undang-Undang Ketenagakerjaan, apakah bisa melindungi buruh atau malah mengancam eksistensi buruh tetap," ujar Rekson. ***

KTT ASEAN Diharapkan Bahas Buruh Migran


Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2011/05/06/21554772/KTT.ASEAN.Diharapkan.Bahas.Buruh.Migran

KTT ASEAN Diharapkan Bahas Buruh Migran

Imam Prihadiyoko | I Made Asdhiana | Jumat, 6 Mei 2011 | 21:55 WIB 

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat mengharapkan KTT ASEAN ke-18 yang digelar di Jakarta pada 7-8 Mei ini dapat mengagendakan isu perlindungan buruh migran di kawasan ASEAN dan buruh migran asal ASEAN yang ada di negara-negara regional lain. 

"KTT diharapkan turut membahas pentingnya ASEAN membuka diri dalam menyerap lebih banyak lagi TKI sektor formal berkemampuan skill dan semiskill. Ini melihat kebutuhan sesama negara ASEAN terhadap pemerimaan buruh migran cukup tinggi, di samping ketersediaan TKI formal untuk ditempatkan di berbagai negara ASEAN juga besar," ungkap Jumhur di Jakarta, Jumat (6/5/2011).

Menurut Jumhur, pertemuan ASEAN kali ini juga mengetengahkan dialog dengan negara-negara Uni Eropa untuk menjajaki program atau perjanjian kerja sama menyeluruh. "Karena itu, persoalan perlindungan dan penempatan buruh migran menjadi relevan guna dihasilkan dalam pertemuan tersebut."  ***

Berita Diskusi "Manfaat dan Mudaratnya KTT ASEAN" (2)


Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2011/05/07/12064781/Migrant.Care.KTT.Bukan.Arisan.Rutin.

KTT Ke-18 ASEAN

Migrant Care: KTT Bukan "Arisan" Rutin!

Indra | Latief | Sabtu, 7 Mei 2011 | 12:06 WIB 

JAKARTA, KOMPAS.com — Analis kebijakan dari Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care), Wahyu Susilo, mengatakan, tidak ada komitmen politik dari para petinggi ASEAN untuk mengimplementasikan Cebu Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers (Deklarasi Cebu tentang Pemajuan dan Perlindungan Hak-hak Buruh Migran).

Selain itu, ASEAN Committee on Migrant Workers (ACMW) sebagai langkah awal pembentukan instrument legally binding juga tidak memperlihatkan kemajuan dan dinilai lamban dalam membentuk instrumen regional.

"KTT ke-18 tidak akan menghasilkan agenda yang serius untuk perlindungan buruh migran," kata Wahyu, Sabtu (7/5/2011) siang, saat menjadi pembicara pada diskusi "Manfaat dan Mudarat KTT ASEAN" di Jakarta.

Wahyu menambahkan, Deklarasi Cebu ditandatangani semua kepala negara anggota ASEAN pada 2007. Namun, sampai saat ini tidak ada komitmen yang tulus dari segenap petinggi negara-negara ASEAN untuk meningkatkan status dokumen tersebut menjadi instrumen perlindungan buruh migran ASEAN.

"Deklarasi tersebut telah berusia empat tahun dan mengandung banyak kelemahan yang perlu diperbaiki agar bisa menjadi standar regional proteksi buruh migran di kawasan ASEAN," ujar Wahyu.

Fakta menunjukkan, ASEAN merupakan entitas dari masyarakat buruh migran. Kemakmuran negara-negara ASEAN banyak disumbang dari proses migrasi buruh migran. Sepuluh negara anggota ASEAN berada di dua posisi, yakni negara pengirim dan penerima buruh migran.

"Negara pengirim itu Indonesia, Filipina, Laos, Myanmar, Kamboja, Vietnam, dan Thailand. Negara penerima adalah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam," kata Wahyu.

Dia menambahkan, atas dasar penghormatan terhadap hak asasi manusia, prinsip-prinsip nilai keberagaman, demokrasi, dan perlibatan masyarakat sipil, Migrant Care mendesak para petinggi ASEAN untuk mengagendakan perlindungan buruh migran sebagai skala prioritas dan tidak hanya menjadikan KTT Ke-18 ASEAN sebagai pertemuan semu belaka dan "arisan" rutin kepala negara ASEAN tanpa hasil signifikan. ***

Berita Diskusi "Manfaat dan Mudaratnya KTT ASEAN" (1)

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2011/05/07/13525140/ASEAN.Tak.Serius.Lindungi.Buruh

KTT Ke-18 ASEAN

ASEAN Tak Serius Lindungi Buruh

Indra | Latief | Sabtu, 7 Mei 2011 | 13:52 WIB 

JAKARTA, KOMPAS.com — Atas dasar penghormatan terhadap hak asasi manusia, prinsip-prinsip nilai keberagaman, demokrasi, dan perlibatan masyarakat sipil, Migrant Care mendesak petinggi ASEAN untuk mengagendakan perlindungan buruh migran sebagai skala prioritas. Mereka berharap Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-18 ASEAN bukan pertemuan semu belaka dan "arisan" rutin kepala negara ASEAN yang tanpa hasil signifikan.

Demikian ditegaskan analis kebijakan Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat atau Migrant Care, Wahyu Susilo, saat menjadi pembicara dalam diskusi "Manfaat dan Mudarat KTT ASEAN" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5/2011).

Wahyu mengatakan, tidak ada komitmen politik dari para petinggi ASEAN untuk mengimplementasikan Cebu Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers (Deklarasi Cebu tentang Pemajuan dan Perlindungan Hak-hak Buruh Migran). Selain itu, ASEAN Committee on Migrant Workers (ACMW) sebagai langkah awal pembentukan instrument legally binding juga tidak memperlihatkan kemajuan dan dinilai lamban dalam membentuk instrumen regional.

"KTT ke-18 tidak akan menghasilkan agenda yang serius untuk perlindungan buruh migran," kata Wahyu.

Dia menambahkan, Deklarasi Cebu ditandatangani oleh semua kepala negara anggota ASEAN pada 2007. Namun, tak ada komitmen yang tulus dari segenap petinggi negara-negara ASEAN untuk meningkatkan status dokumen tersebut menjadi instrumen perlindungan buruh migran ASEAN.

"Deklarasi tersebut telah berusia empat tahun dan mengandung banyak kelemahan yang perlu diperbaiki agar bisa menjadi standar regional proteksi buruh migran di kawasan ASEAN," ujarnya.

Fakta menunjukkan, kata Wahyu, ASEAN merupakan entitas dari masyarakat buruh migran. Kemakmuran negara-negara ASEAN banyak disumbang dari proses migrasi buruh migran. Sepuluh anggota ASEAN berada di dua posisi, yakni negara pengirim dan penerima buruh migran.

"Negara pengirim adalah Indonesia, Filipina, Laos, Myanmar, Kamboja, Vietnam, dan Thailand. Negara penerima adalah Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam," kata Wahyu. ***

BERITA TERKAIT:
  • Migrant Care: KTT Bukan "Arisan" Rutin! 
  • KTT ASEAN Diharapkan Bahas Buruh Migran